Apakah dunia akan resesi?

Wednesday, December 13, 2006

Indofood Masuki Industri Biodiesel

17/10/2006 01:46:51 WIB

JAKARTA, Investor Daily
PT Indofood Sukses Makmur Tbk memastikan terjun ke industri biodiesel berbahan baku minyak sawit. Perseroan telah mengantongi izin dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk kapasitas produksi 225 ribu ton per tahun. Nilai investasi diperkirakan sebesar US$ 75 juta atau Rp 690 miliar.

Keputusan memasuki industri biodiesel tersebut menyusul rampungnya akuisisi Indofood atas saham Rascal Holding Ltd di PT Mentari Subur Abadi, PT Swadaya Bhakti Negaramas, dan PT Mega Citra Perdana senilai Rp 125 miliar. Ketiga perusahaan itu memiliki 85.541 hektare (ha) lahan kebun sawit di Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah.
“Kami siap menjadi salah satu pemain biodiesel di Indonesia, setelah rampungnya akuisisi 60% saham milik Rascal di tiga perusahaan perkebunan sawit,” ujar Direktur Indofood Thomas Tjhie usai rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) perseroan di Jakarta, Senin (16/10).
Sebagai salah satu produsen minyak sawit mentah (CPO) dan minyak goreng terbesar di Indonesia, Infoood berambisi menyusul pemain biodiesel sebelumnya, seperti Sinar Mas Grup, Astra, Bakrie, dan Wilmar International.
Menurut Thomas, akuisisi Indofood atas mayoritas saham Rascal di tiga perusahaan sawit tadi telah disepakati pemegang saham dalam RUPSLB kemarin. Penutupan transaksi akuisisi akan diselesaikan pada Desember 2006. Sedangkan akuisisi lahan dilakukan melalui anak usaha, yakni PT Salim Ivomas Pratama (SIMP).
Thomas belum menjelaskan lebih rinci nilai investasi dan kapan pabrik biodiesel dapat direalisasikan. Tapi dia memberi gambaran, biaya investasi untuk memproduksi 100.000 ribu ton per tahun biodiesel sekitar US$ 25-30 juta. Dengan asumsi itu, bila Indofood hendak membangun pabrik berkapasitas 225 ribu ton per tahun, dibutuhkan dana sedikitnya US$ 75 juta atau setara Rp 690 miliar. Rencana Indofood memproduksi biodiesel telah mendapat izin prinsip dari BKPM.
Thomas menambahkan, lebih dari 50% produksi CPO dari ketiga perusahaan sawit itu akan diolah menjadi biodiesel.
Indofood saat ini memiliki sekitar 138.000 ha kebun sawit, 63.000 ha di antaranya telah ditanami sawit. Produksi kebun sawit perseroan hanya mampu memasok 50% kebutuhan CPO untuk divisi pengolahan minyak goreng. Sedangkan sisanya harus dipasok dari produsen CPO lainnya.
Wakil Dirut Indofood Franciscus Welirang menyatakan, perseroan berencana mengembangkan sekitar 20.000 hektare (ha) kebun sawit per tahun, di luar akuisisi kebun sawit milik Rascal. Nilai investasi diproyeksikan mencapai US$ 20 juta. Dengan ekspansi itu, hingga 2015 perseroan bakal memiliki 250.000 ha kebun sawit.
Investasi US$ 1,8 Miliar
Menurut Data BKPM, lebih dari 19 perusahaan telah mendapat izin prisip untuk investasi biodiesel. Nilai investasi biodiesel pada 2006 tercatat US$ 600 juta dan tahun depan diprediksi meningkat tiga kali lipat atau US$ 1,8 miliar seiring maraknya niat pebisnis.
Sementara itu, Dirut Rekayasa Industri Triharyo Soesilo menambahkan, minat asing dan lokal memasuki industri biodiesel sangat tinggi untuk mengantisipasi tingginya permintaan ke depan. Rekayasa telah bermitra dengan Bakrie Sumatera untuk memproduksi 100 ribu ton per tahun biodiesel.
Sedangkan Dirut PT Eterindo Wahanata Tbk Immanuel Sutarto mengaku, potensi bisnis biodiesel sangat menguntungkan. “Dulu, biodiesel sudah pernah dikembangkan, tapi harganya belum kompetitif seperti sekarang ini,” papar dia kepada Investor Daily.
Dia menjelaskan, kebutuhan biodiesel di Tanah Air mencapai 5% dari total bahan bakar minyak sebesar 30 juta ton per tahun. “Itu kan besar sekali dan saya yakin tiga tahun ke depan kebutuhan bertambah menjadi 3 juta ton per tahun,” jelasnya.
Permintaan biodiesel untuk pasar luar negeri juga besar. Sutarto memberi contoh, kebutuhan biodiesel di Amerika Serikat mencapai 7 juta ton per tahun.
Kapasitas produksi biodiesel tahun 2006 di Indonesia baru mencapai 110.000 kiloliter per tahun. Pada 2007, kapasitas akan meningkat jadi 200.000-400.000 kiloliter per tahun.
Menyinggung pasokan bahan baku, dia menilai masih cukup memadai, mengingat kapasitas produksi CPO mencapai 15 juta ton per tahun. “Dari jumlah tersebut, pabrik biodiesel akan menyerap 30%,” tegas Sutarto.
Tiga bulan lalu, harga CPO ekspor sebesar US$ 400 per ton, sedangkan jika diolah menjadi biodiesel dapat mencapai US$ 600 per ton.
Ditanggapi Beragam
Kiprah Indofood memasuki bisnis biodiesel ditanggapi beragam para analis saham. Ada yang menyebut keputusan ini sangat positif, namun ada yang menilai itu bukan keputusan yang tepat.
Bagi analis pasar modal Edwin Sinaga, biodiesel merupakan usaha yang prospektif karena kebutuhan akan energi alternatif cukup tinggi. Namun, dia berpendapat Indofood sebaiknya masih fokus di bisnis makanan dulu.
Kendati biayanya mahal, diversifikasi tersebut berpotensi meningkatkan pendapatan perseroan, sejauh proyeknya berhasil dengan baik. Dia menilai, aksi korporosi berpotensi memicu manajer investasi untuk merevisi target harga saham lebih tinggi. Sebelumnya harga saham perusahaan tertekan akibat rugi kurs dan tingginya biaya operasional.
Senada dengan Edwin, analis PT Phillip Securities Indonesia Mustafa Kamil berpendapat, rencana Indofood merambah ke biodiesel cukup menjanjikan. Sebab, aksi itu dapat memperkecil biaya energi yang selama menggunakan solar. “Dengan masuk ke biodiesel, berarti ongkos produksi akan berkurang,” ujarnya.

Analis PT Meridian Capital Indonesia Muhammad Habdi juga menilai, masuknya Indofood ke bisnis energi alternatif ikut menopang penghasilan selain dari bisnis inti mi instan. “Kami tahu, Indofood memiliki kebun sawit cukup luas dan nantinya tinggal menikmati hasil,” ungkap dia.
Berbeda dengan tiga analis di atas, analis Trimegah Securities Arhya Satyagraha berpendapat, ekspansi ke biodiesel bukan pilihan tepat. Sebab, biodiesel butuh bahan baku kelapa sawit yang relatif besar. Padahal, langkah Indofood mengakuisisi sejumlah kebun sawit hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan internal.
Lagi pula, kata dia, proyek biodiesel menelan dana sangat besar. Padahal, saat ini perseroan belum menunjukkan neraca keuangan yang solid.
Dia menduga, ekspansi ke biodiesel akan dilakukan melalui anak usaha di bidang kelapa sawit yang berencana listing di bursa Singapura. “Ekspansi ke biodiesel bukan merupakan ide bagus. Perusahaan harus tetap fokus di bisnis utama, yakni mi instan yang terbukti memberikan keuntungan,” tegas dia.

Pada perdagangan kemarin, saham Indofood ditutup stagnan di level Rp 1.310 per lembar, ditransaksikan 288 kali dengan volume transaksi 20,98 juta saham senilai Rp 27,57 miliar. Indofood menempati posisi ke-20 saham berkapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan nilai Rp 12,37 triliun. (pam/rad/asp/amu/ys/kp)

No comments: