MENUNAIKAN IBADAH HAJI
Cerpen TRI RAMIDJO
Lemparan batu itu tepat mengenai sasarannya dan setan-setan itu
lari berhamburan.
Oleh : Tri Ramidjo
Aku hampir-hampir tak percaya ketika anakku bertanya "pak, boleh
kan ibu berangkat menunaikan ibadah Haji tahun depan?"
Aku terbengong sejenak. Mimpikah aku ini? Atau benarkah anakku
bisa memberangkatkan istriku untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah,
ke tanah suci? Anakku mengatakan itu tepat pada hari ultah isteriku 19
September 2005.
"Ya, tentu saja aku setuju, setuju banget." Jawabku.
Pergi menuanaikan ibadah Haji, pergi ke tanah suci adalah menjadi
impian setiap umat Islam yang taat. Setiap muslim pasti mengerti,
bahwa rukun Islam ada 5 dan tidak setiap orang bisa memenuhi rukun Islam
yang kelima yaitu menunaikan ibadah haji sebab di samping syarat-ayarat
kesehatan dll. Syarat yang terberat adalah ongkos pergi yang cukup mahal. Dan
aku yang tidak berduit ini, mana mungkin menunaikan ibadah haji.
Tapi entah bagaimana caranya aku tak tahu, anakku yang suami
isteri bekerja di perusahaan swasta dan wira-swasta dan tidak akan
mungkin melalukan korupsi walaupun hanya korupsi waktu, kok ingin
memberangkatkan ibunya pergi ke tanah suci menunaikan ibadah haji.
Sejak kecil dan sejak aku mengerti sedikit-sedikit tentang rukun
Islam aku bercita-cita ingin menunaikan ibadah haji. Aku ingin
melihat kota Mekah yang orang menyebutnya tanah suci. Aku ingin melihat dengan
mata kepalaku sendiri betapa sucinya negeri Arab dengan kota Mekahnya.
Tentu di sana tidak ada hal-hal yang kotor misalnya penipuan, korupsi, pengangguran,
kemiskinan dan lain-lain yang sifatnya kotor dan menjijikkan. Suci, suci bersih tanpa noda sedikit pun dan bisa menjadi contoh dan bisa menjadi bagi seluruh umat manusia di dunia ini. Dan kalau seluruh isi bumi ini yang sama-sama diciptakan oleh Allah swt menjadi benar-benar tanah yang suci, tentu seluruh umat manusia bisa hidup adil, tenteram, damai tanpa ada hal-hal yang kotor dan najis. Subhannallah.
Di tahun 1935 umurku ketika itu 9 tahun aku pertama kali mendengar lagu Indonesia Raya dari piringan hitam gramaphone. Gramaphone itu di putar oleh oom Abdul Hamid Lubis yang dibuang ke Digul dari Sumatra Barat.
Anak-anak Digul yang belum pernah melihat gramaphone berkumpul di rumah oom
Kadirun di sebelah rumahku di kampung B, dan aku dan adikku Rokhmah juga tidak ketinggalan ingin melihat bagaimana yang namanya gramaphone itu. Aku dan adikku duduk di bangku paling depan bersama-sama anak oom Kadirun dik Sumono dan dik Karno. Aku perhatikan oom Abdul Hamid Lubis mengambil jarum gramaphone, memasangnya di kepala � waktu itu aku belum tahu, bahwa kepala kecil itulah yang disebut load-speaker. Sesudah itu per gramaphone itu diputar beberapa kali, piringan hitam atau plaat itu
diletakkan dan ketika piringan hitam itu mulai berputar jarum yang di kepala itu diletakkan di piringan hitam. Bergemalah suara lagu :
Kuplet pertama :
Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku.
Disanalah aku berdiri jadi pandu ibuku.
Indnesia kebangsaanku, bangsa dan tanah airku.
Marilah kita berseru Indonesia bersatu.
Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku, bangsaku, rakyatku,semuanya.
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya.
�� dan seterusnya. Setiap putera-puteri Indonesia pasti fasihdan
hafal
menyanyikannya.
Kuplet kedua :
Indonesia tanah yang mulia, tanah kita yang kaya
Di sanalah aku berdiri, untuk slama lamanya.
Indonesia tanah pusaka, pusaka kita semuanya.
Marilah kita mendoa, Indonesia bahagia.
Suburlah tanahnya, suburlah jiwanya, bangsanya, rakyatnya,semuanya.
Sadarlah hatinya, sadarlah budinya, untuk Indonesia Raya.
��.dan seterusnya sampai selesai.
Kuplet ketiga:
Indonesia tanah yang suci, tanah kita yang sakti.
Di sanalah aku berdiri, `njaga ibu sejati.
Indonsia tanah berseri, tanah yang aku sayangi.
Marilah kita berjanji, Indonesia abadi.
Slamatlah rakyatnya, slamatlah putranya, pulaunya lautnya semuanya.
Majulah negrinya, majulah pandunya, untuk Indonesia Raya.
��..dan seterusnya sampai selesai.
Note : Aku minta maaf. Teks yang kutulis itu hanya hafalan . Aku
tidak mempunyai teks itu secara lengkap, kuplet kesatu sampai ketiga.
Jadi kalau ada pembaca tulisan ini yang menemukan kekeliruan tolong
betulkan.
Terus terang, anak siswa SMA yang kutanya pun tidak semuanya bisa
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya secara sempurna, apalagi
di upacara-upacara sering kita hanya mendengar musiknya saja tetapi
tidak menyanyikan syairnya. Orang sudah banyak yang lupa, bahwa
makna dan isi lagu itu sangat menggugah rasa cinta dan pengabdian
untuk negeri tercinta ini.
Ya, banyak orang menyebut negeri Arab dengan kota Mekahnya itu
tanah suci. Dan tentu orang menyebutnya pergi menunaikan ibadah haji
adalah pergi ke tanah suci.
Ketika kecil aku bertanya-tanya dalam hatiku terutama setelah
mendengar dan menghafal lagu Indonesia Raya. Lagu itu di kuplet
ketiga baris pertama jelas syairnya berbunyi � Indonesa tanah yang
suci, tanah kita yang sakti.
Bukankah negeriku ini juga tanah suci? Apa bedanya dengan negeri
Arab dengan kota Mekah itu? Mungkin karena negeriku dan tempat
tinggalku Tanah Merah Digul ini penuh dengan sarang nyamuk malaria,
jadi tidak suci seperti Mekah? Sungai Digul penuh dengan buaya kuning yang ganas
yang pernah memangsa hingga gugur sebagai (P)erintis (K)emerdekaan (I)ndonesia oom Mangun Atmodjo � pejuang asal dari Solo Jawa Tengah, gugur pada 8 April 1928 ketika sedang mencuci piring dan mandi di sungai Digul. Karena tembakan-tembakan karaben serdadu KNIL tidak berhasil membunuh buaya itu, maka Oom Darsono (orangnya kecil tidak gagah dan sering membelikanku buku dan pinsil ketika aku sudah agak besar dan
bersekolah - berenang ketengah sungai Digul, menunggangi buaya ganas itu dan menghunjamkan pisau belatinya ke tubuh buaya itu bertubi-tubi hingga buaya itu mati dan oom Mangun yang sudah meninggal itu bisa diambil dari gigi buaya yang mencengkeramnya.
Itu fikiranku di waktu masih anak-anak. Kenapa ya, orang mesti
pergi jauh jauh dan katanya biayanya banyak pula. Kalau ayahku punya
uang banyak aku bisa dibelikan wong-weng (ketika kecil aku menyebut
HARMONIKA itu wong-weng � alat musik kecil kegemaranku.
Aku masih ingat, bagaimana aku merengek-rengek menangis di bawah
pohon pisang gara-gara mendengar dan menghafal lagu Indonesia Raya
dan ingin menyanyikannya dengan meniup wong-weng.Saking sayangnya ayahku
kepada anak-anaknya, sore itu juga semalamsuntuk ayahku berangkat
menjala ikan ke sungai Digul bersama oom Maskun(Oom Maskun
Sumadiredja adalah adalah pengikut setia bung Karno anggota Partai
Nasional Indonesia waktu di Bandung pada tahun2 30an, maka dibuang
ke Boven Digul.).
Keesokan harinya setelah menjual hasil ikannya ayahku membelikan
sebuah wong-weng buatan Hongkong, stem C dan dengan ketawa ria
mulailah aku meniup wong-weng itu menyanyikan bermacam lagu dari lagu
Internasionale, Mariana Proleter, Enam jam kerja, 12 November, Tanah
Merah di Papua, lagu Satu Mei dan tentu saja lagu Indonesia Raya
yang merupakan lagu kesayanganku.
Maaf, ceritaku jadi ngelantur ke masa kanak-kanakku. Bukankah tadi
judulnya "menunaikan ibadah haji." Ya, gara-gara aku teringat tanah
yang suci di kuplet ke tiga lagu Indonesia Raya.
Isteriku jadi berangkat menunaikan ibadah haji pada tanggal 30
November 2006 setelah memenuhi syarat2nya. Banyak hal yang perlu
dipelajarinya terutama hal-hal yang berhubungan dengan haji.
Aku senang karena isteriku giat belajar terutama tentang agama
Islam.
Di dalam kepalaku dan hatiku ini penuh kepercayaan yang orang
menyebutnya keimanan, bahwa seorang muslim atau Islam yang benar-
benar taat dan beriman pasti orang yang seluruh perbuatannya menjurus kepada
kebaikan dan tidak akan berbuat kemudaratan yang merugikan baik
merugikan orang lain maupun dirinya sendiri. Seorang muslim menurut ayahku yang
mengajariku waktu kecil, harus benar-benar menjaga hubungan baik dengan Allah,
dengan sesama manusia dan dengan alam lingkungannya. Melakukan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah, berbuat baik dengan semua orang dan tidak enyakiti hati orang lain, jangan merusak tanaman, menganiaya binatang dan makhluk hidup yang tidak mengganggu kita dan panjang lebar ayahku menjelaskan dan tetap kuingat baik-baik. Karena ayahku berpesan "menjadi orang besar adalah baik, tapi menjadi orang baik lebih baik dan menjadi orang besar dan baik adalah yang paling baik"
Sebulan sudah isteriku sejak pergi ke tanah suci. Pada tanggal 01
Januari 2007 jam 02.43 WIB dinihari, aku menerima
sms di HP rongsokanku ini mengabarkan bahwa isteriku sedang
melakukan "lempar-jumroh". Plong, senang rasa hatiku. Pasti isteriku
melakukan 21 lemparan melempar setan. Isteriku bukan pelempar
lembing atau pelempar cakram, tapiaku dapat memastikan lemparan
isteriku pasti mengenai tepat setan-setan itu dan setan-setan yang
berada di hati isteriku dan hati keluargaku pasti berlarian tunggang
langgang tak akan kembali lagi karena takut terkena lemparan batu.
Alangkah baiknya kalau semua umat Islam Indonesia yang pergi
menunaikan ibadah haji dengan niat yang benar-benar teguh dan ketika
melakukan lemparan jumroh, benar-benar mengenaiu sasaran si setan
yang bersarang dalam hati, sehingga tak ada lagi perbuatan buruk
hasutan setan, perbuatan maling, korupsi dll. Tujuh setan desa dan
tiga setan kota benar-benar hapus dari tanah
air kita, tanah yang suci ini. ******
Tambahan: � harap kepada pembaca yang lebih tahu membetulkannya
kalau> keliru -tujuh setan desa seingat saya adalah
1. tuan tanah jahat,
2. penguasa pembela tuan tanah,
3. tengkulak jahat,
4. kabir pemeras kaum tani,
5. bandit desa-tukang pukul tuan tanah,
6. tukang ijon dan
7.Lintah darat.
Dan tiga setan kota adalah:
1. kabir,
2. pencoleng dan
3. koruptor.
Semoga saja lemparan batu itu benar-benar mengenai telak semua
setan-setan itu.
Tangerang, 05 Januari 2006.
No comments:
Post a Comment