Apakah dunia akan resesi?

Thursday, December 28, 2006

FSP BUMN Laporkan 11 Perusahaan Telekomunikasi ke KPPU

::. Berita .::

Lagi, FSP BUMN Laporkan 11 Perusahaan Telekomunikasi ke KPPU
[27/12/06]
Dalam laporan tambahan yang telah diperbaiki, FSP BUMN Bersatu juga melaporan sebelas perusahaan telekomunikasi yang diduga melanggar UU Anti Monopoli. Bahkan, upaya class action telah dipersiapkan.

Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (FSP BUMN Bersatu) telah memperbaiki laporan tambahan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan praktek persaingan usaha tak sehat dalam bisnis operator seluler. Laporan tambahan tersebut telah diajukan pada Jumat (22/12) kemarin.

“Kami sudah memperbaiki laporan telah disampaikan ke KPPU sebelumnya (17/11). Divestasi Indosat diduga ada persekongkolan dan akhirnya menjadi monopoli yang merugikan konsumen,” ujar David ML Tobing, kuasa hukum FSP BUMN Bersatu kepada sejumlah wartawan di Jakarta, Rabu (27/12).

David juga menduga adanya kejanggalan dalam proses divestasi tersebut yang akhirnya memenangkan pihak-pihak tertentu dalam tender. Pihak yang dimaksud adalah perusahaan handset Nokia dan Ericsson (lihat boks para tergugat, red).

Daftar Terlapor Dugaan Pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 ke KPPU:

1. PT Indosat
2. PT Telkomsel
3. Temasek Holdings
4. Singapore Telecommunication Ltd (Singtel)
5. Singapore Technologies Telemedia Ltd (STT)
6. STT Communication Limited
7. Indonesia Communication Limited (ICL), SPV STT dalam akuisisi Indosat
8. Singapore Telecom Mobile
9. Telekom Malaysia Bhd
10. Nokia Corporation
11. PT Ericsson Indonesia

Sumber : FSP BUMN



Anggota DPD RI Marwan Batubara menambahkan, terdapat keganjilan divestasi Indosat karena STT (Singapore Technologies Telemedia, Ltd) menggunakan anak perusahaan dengan tujuan khusus (Special Purpose Vehicle-SPV). SPV yang dimaksud Marwan adalah ICL (Indonesia Communication Limited).

“ICL didirikan di Mauritius, negara yang bekerja sama dengan Indonesia dalam traktat pajak (tax treaty), sehingga bisa menggelapkan pajak dan mengaburkan identitas pemiliknya. Ternyata, ICL 90 persen dimiliki oleh STT. Lantas 10 persen pemiliknya siapa?” tanya Marwan.

David melaporkan telah terjadi pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 khususnya Pasal 4 (oligopoli), Pasal 5 (penetapan harga), Pasal 10 (pemboikotan), Pasal 11 (kartel), Pasal 17 (monopoli), Pasal 19 (penguasaan pasar), Pasal 22 (persekongkolan dalam tender), dan Pasal 27 (posisi dominan dalam kepemilikan saham).

Menurut David, ada beberapa kemungkinan keputusan yang akan diambil oleh KPPU. Pertama, sanksi paling berat dengan membatalkan demi hukum divestasi Indosat serta tender-tender yang telah terjadi. Kedua, hukuman pengurangan kepemilikan saham Indosat oleh Temasek dengan menjual kembali kepada Pemerintah. Ketiga, hukuman denda atau ganti rugi.

Terakhir, larangan terhadap Temasek dan anak perusahaannya melakukan usaha di Indonesia. “Kami yakin putusan KPPU di antara empat kemungkinan tersebut karena bukti yang kami berikan sangat kuat. Namun, kami tak bermaksud mendahului keputusan KPPU. Kita hormati proses yang masih berlangsung,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syamsul Ma’arif membenarkan soal pengembalian laporan tentang Temasek dan Indosat kepada FSP BUMN agar diperbaiki. Salah satu poin penting yang harus diperbaiki adalah soal dugaan adanya persekongkolan.

Terhadap laporan tersebut, diakui Syamsul bahwa KPPU masih dalam tahap klarifikasi laporan, belum pada tahap pemeriksaan. Alasannya, ”Banyak hal yang tidak masuk akal terungkap dalam laporan tersebut. Salah satu ya soal persekongkolan tersebut,” ujarnya ketika ditemui Hukumonline usai pemaparan akhir tahun kinerja KPPU 2006 di Gedung KPPU Jakarta, Rabu (27/12).

Sebenarnya, lanjut Syamsul, soal persekongkolan hanyalah satu isu yang terungkap kejanggalannya dalam laporan tersebut. Isu lainnya masih banyak. Dan, ”Saya lupa detilnya,” tandasnya. ”Saya tegaskan lagi bahwa terhadap laporan tersebut KPPU baru pada tahap klarifikasi laporan belum masuk tahap pemeriksaan,” ujarnya.

Buyback

Menyoal kemungkinan penjualan kembali saham kepada Pemerintah (buyback), Fahri Hamzah, anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS berpendapat, Depkeu-lah yang harus mengusahakan sumber dananya. “Depkeu harus bisa. Kalau tidak bisa buat apa jadi pemerintah?” tandas Fahri yang juga Wakil Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Menurut Marwan, sebenarnya mudah mencari dana untuk buyback. Marwan mencontohkan, ketika divestasi Indosat, Temasek membelinya bukan dengan dana segar miliknya sendiri. Temasek menggunakan dana pinjaman dari Standard Chartered Bank, yang jaminannya adalah saham Indosat itu sendiri. “Jadi, jika Pemerintah buyback, sebenarnya mudah mencari sumber dana,” ungkap Marwan. Dalam perkembangan selanjutnya, pada Maret 2006, Temasek pun melebarkan sayap bisnisnya dengan mengakuisisi 11,55% saham Standard Chartered Bank.

Marwan menjelaskan bahwa ceruk bisnis telekomunikasi masih menganga lebar. “Total belanja modal (capital expenditure-capex, red) dan belanja operasional (operating expenditure-opex, red) perusahaan seluler Indonesia mencapai Rp 10 triliun per tahun,” kata Marwan. Tak heran jika para investor asing mengincar pasar Indonesia.

Ketua Umum FSP BUMN Bersatu FX Arief Poyuono mengingatkan agar masyarakat mengawasi proses privatisasi 14 BUMN pada 2007. “Jangan sampai kasus Temasek ini terulang kembali,” ujar Arief.

Class Action

Sementara itu, pengacara dari Tim Advokasi Pengembalian Aset Negara (TAPAN) Habiburokhman menyampaikan rencana class action terhadap PT Telkomsel dan PT Indosat. “Sebenarnya kami sudah meluncurkan gugatan pada Jumat (22/12). Namun kami pertimbangkan karena menjelang akhir tahun, kami akhirnya memutuskan melayangkan kembali gugatan ini paling lambat 5 Januari 2007 mendatang,” tutur Habib, panggilan akrabnya.

Gugatan class action ini akan ditujukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Habib beralasan, gugatan pertama berusia enam bulan. Agar tidak terpotong hari-hari libur akhir tahun, “Baru kami masukkan nanti. Agar tahun gugatannya muda,” kilah Habib, yang juga menjadi pengacara di LBH BUMN.

Materi gugatan ini adalah perbuatan melawan hukum PT Telkomsel, PT Indosat, dan Temasek Holdings beserta sister companies-nya. Divestasi Indosat dianggap melanggar UU Nomor 5 Tahun 1999 karena monopoli telekomunikasi. Serta, “Kami juga melaporkan mereka karena melanggar hak atas akses informasi yang dijamin amandemen UUD 1945 pasal 28,” sambungnya.

Karena adanya praktik monopoli ini, tarif pulsa seluler GSM dirasa mahal bagi konsumen. “Baik Telkomsel maupun Indosat menguasai lebih dari 80% pasar Indonesia. Dan mereka bisa memainkan tarif mahal bagi konsumen dengan harga yang sama,” ujar Habib.

Habib melanjutkan, pihaknya akan mengajukan gugatan materiil sebesar AS$ 2,1 miliar dan imateriil sebesar AS$ 2,1 miliar. Tanpa memberikan hitungan rinci, Habib berujar, “Kami hitung mahalnya tarif yang ditanggung oleh pelanggan sejak tahun 2003 ketika Indosat didivestasi hingga sekarang.”

No comments: