www.kontan-online.com No. 16, Tahun X, 23 Januari 2006
Investasi Sektor Properti belum Mati
Prospek saham-saham properti 2006 Tahun 2006 saham-saham di sektor properti memang masih akan cenderung tertekan. Tapi, jangan lantas melupakan semua saham-saham properti. Saham PT Ciputra Surya Tbk dan PT Summarecon Agung Tbk masih memiliki prospek yang lumayan cerah. Cipta Wahyana, Harris Hadinata, Agung Ardyatmo, Aprillia Ika Sepanjang tahun 2005, semua sektor di Bursa Efek Jakarta (BEJ) mencatat pertumbuhan mengesankan (lihat KONTAN Edisi Khusus 2 Januari 2006). Semua? Ah tidak juga. Sektor properti misalnya. Di sepanjang 2005 indeks saham properti justru turun dari 70 (Januari 2005) menjadi 64 (Desember 2005). Artinya, secara rata-rata harga saham-saham di sektor properti justru mengalami kemerosotan. Para investor yang mengempit saham-saham properti memang tak bisa menampik nasib buruk ini. Pasalnya, sejak semester II 2005, berbagai sentimen negatif terus membelenggu sektor properti. Di sisi permintaan, bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melonjak menjadi sekitar 16%-18%; dari sebelumnya sekitar 12%-14%. "Akibatnya konsumen cenderung menunda keinginannya untuk membeli properti," kata Mustafa Kamil, analis Phillip Securities. Apalagi keuntungan investasi yang bisa dihasilkan properti juga kalah tinggi dibandingkan bunga simpanan bank. "Bunga bank yang sudah di atas 11% per tahun lebih tinggi dari tingkat keuntungan properti yang rata-rata 10% per tahun," ujar Marwan Lim, Analis Trimegah Securities. Di sisi suplai, para pengembang juga harus menanggung biaya konstruksi yang membengkak sebagai akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) awal Oktober 2005. Para analis menghitung lonjakan biaya konstruksi yang terjadi bisa mencapai 15%- 20%. Nah, lantaran terimpit dua masalah ini, pertumbuhan sektor properti pun bisa dipastikan akan melambat. Menurut hitungan Pusat Studi Propeti Indonesia (PSPI), nilai kapitalisasi pasar industri properti tahun 2005 hanya mencapai sekitar Rp 73 triliun; di bawah target sebelumnya yang Rp 79 triliun. Mengingat tekanan inflasi dan bunga tinggi masih akan terjadi di tahun 2006, para analis memperkirakan pasar properti masih akan merosot di tahun anjing ini. PSPI meramalkan kapitalisasi pasar properti akan turun 13,7% menjadi Rp 63 triliun. Meskipun begitu, menurut Marwan Lim, sebenarnya masih ada secuil harapan untuk industri yang satu ini. Syaratnya, pemerintah harus bisa menekan inflasi tahun 2006 hingga di bawah 10% dan membawa suku bunga kembali di bawah 11%. "Dengan skenario ini, bunga KPR akan kembali ke kisaran 12%-14% per tahun. Ini bisa memicu permintaan properti; meskipun tak setinggi tahun 2005," kata Marwan lagi. Karena itulah, para analis mengingatkan agar investor saham tak benar-benar melupakan saham-saham properti. Sebab, jika benar industri properti bisa segera pulih di tahun 2006, besar kemungkinan saham-saham emiten properti juga bisa menguat lagi. Cuma, agar tak boros energi, sebaiknya Anda hanya mencermati saham perusahaan-perusahaan properti yang memiliki fundamental keuangan kuat. Saham-saham apa saja? Simak ulasan berikut ini: PT Ciputra Surya Tbk (CTRS) Para analis yang dihubungi KONTAN sepakat mengatakan bahwa saham ini merupakan saham properti yang paling menarik untuk dicermati. "Ciputra Surya bisa dibilang sebagai raja properti baru," kata Prayoga A. Triyono, Head Analyst Bond & Equity Division, Henan Putihrai Sekuritas. Pasalnya, jika dibandingkan emiten-emiten properti lainnya, kinerja keuangan Ciputra Surya paling sehat. Sampai akhir tahun 2005, total utang emiten saham bersimbol CTRS itu hanya Rp 12 miliar. Di saat yang sama, ia mengantongi duit tunai atawa kas sekitar Rp 197,5 miliar (September 2005). "Dengan kekuatan kas ini CTRS memiliki fleksibilitas untuk melunasi utangnya dan melakukan ekspansi di masa mendatang," kata Marwan lagi. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir perusahaan yang masuk dalam Grup Ciputra ini juga membukukan pertumbuhan yang cukup tinggi. Marwan memperkirakan akhir tahun 2005 nilai penjualan CTRS akan mencapai Rp 493,6 miliar; atau naik 57,2% dibandingkan penjualannya di tahun 2004. Tahun 2006, meskipun industri properti akan cenderung stagnan, CTRS masih akan bisa membukukan pertumbuhan penjualan yang tinggi. "Penjualannya akan mencapai Rp 827,4 miliar atau naik 67,6%," imbuh Marwan. Di tahun 2007, angka penjualan perusahaan yang berbasis di Surabaya itu memang akan sedikit turun sampai Rp 689,2 miliar. Tapi penurunan ini tak akan berlangsung lama. Soalnya, manajemen CTRS telah mempersiapkan beberapa jurus untuk kembali memulihkan penjualannya. Misalnya, ia akan lebih agresif membangun proyek di luar Jawa. Kemudian CTRS juga akan mengembangkan proyek-proyek selain perumahan seperti kawasan industri dan mal. Selain itu, CTRS juga akan terus meningkatkan tabungan tanahnya; terutama di kawasan Citra-Raya.
No comments:
Post a Comment