Apakah dunia akan resesi?

Sunday, December 10, 2006

Majalah TRUST

Kenapa ISAT Letoi?

Kun Wahyu Winasis, Dikdik Taufik Hidayat, dan Rintho Manunggal

Sebagai salah satu saham unggulan, Indosat memang tetap menjadi obyek buruan para investor di Bursa Efek Jakarta. Selain memiliki fundamental yang cukup solid, pergerakan harganya juga boleh dibilang relatif stabil. Itulah yang membuat risiko berinvestasi di saham ini menjadi lebih terjaga. Tapi, jika dicermati betul, sesungguhnya ada sejumlah keganjilan yang diperlihatkan oleh saham berkode ISAT ini.

Dalam dua bulan terakhir, harga ISAT selalu diperdagangkan lebih rendah ketimbang harga saham Telkom. Padahal, secara historis, investor di bursa selalu menghargai saham ini lebih mahal ketimbang TLKM (kode saham PT Telekomunikasi Indonesia). Bahkan, sepanjang tahun 2005, harga ISAT nyaris tak pernah dilampaui TLKM. Hanya beberapa kali saja saham TLKM menyalip Indosat.


Oleh sebab itu, wajar jika sejumlah pelaku pasar mengaku terheran-heran melihat performa ISAT belakangan ini. Apalagi, secara fundamental, kinerja Indosat selama tahun 2005 juga tidak terlalu jeblok. Benar, karena tingginya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Indosat harus mengeluarkan dana yang lebih besar, baik untuk kepentingan investasi baru maupun pembayaran utang-utangnya dalam bentuk valas. Tapi, sesungguhnya, hal itu juga dialami oleh Telkom. Bahkan, beban valas BUMN tersebut jauh lebih besar ketimbang Indosat, mengingat utangnya dalam dolar AS tercatat cukup besar.

Lantas, apa yang membuat perangai saham ISAT berubah? Seorang pelaku pasar menduga, mandeknya pergerakan harga ISAT terkait erat dengan rencana pemerintah melakukan buy back saham perusahaan tersebut. Memang, sejauh ini, Singapore Technologies Telemedia (STT), sebagai pemegang saham mayoritas (40,54%), tidak berniat melepas sahamnya. Sungguhpun demikian, kata si empunya cerita, pemerintah kini tetap menyiapkan sejumlah upaya agar niatnya menjadi pemegang saham pengendali bisa tercapai.

Apalagi, kini pemerintah masih memiliki saham di perusahaan telekomunikasi kedua terbesar di Indonesia itu sebanyak 14,44%. Artinya, untuk menjadi pengendali (51%), pemerintah hanya membutuhkan saham tambahan sebanyak 36,56%. Nah, saham sebanyak itu tentu bisa diperoleh tak hanya dari STT. Pemerintah juga bisa saja mengambil alih saham yang dikuasai JP Morgan Chase Bank Us Resident (6,16%), The Bank Of New York (8,76%), atau dari investor publik sebanyak 30,1%.

Memang, jika akhirnya pemerintah menambah sahamnya dengan menyedot dari milik publik, akibatnya justru ISAT menjadi tidak menarik. “Tapi bila menguntungkan bagi pemerintah, bisa saja itu dilakukan,” tutur sebuah sumber. Makanya, atas dasar itulah pemerintah lantas berusaha “menjaga” saham Indosat. Nah, untuk menetralisasi harga tadi, kabarnya, sejumlah asosiasi dana pensiun akan dikerahkan. Alhasil, ketika saham Telkom melaju kencang, saham ISAT justru tenang-tenang saja.


Murni Fundamental

Tapi, sejumlah analis di bursa menilai, informasi tadi hanyalah rumor belaka. Kurang bersinarnya saham ISAT dibandingkan Telkom, misalnya, menurut Edwin Sinaga, analis Kuo Capital Raharja, lebih banyak disebabkan oleh masalah teknis. Saat ini, karena harga saham blue chips sudah banyak yang mahal, investor cenderung tidak terlalu berkonsentrasi di saham lapis atas. Selain itu, kapasitas modal dari sektor ini juga terbatas. Sehingga, dalam pandangan banyak investor, ketimbang bermain di saham telekomunikasi, lebih baik masuk ke sektor pertambangan, energi, dan perkebunan dulu. “Ini yang sebenarnya membuat saham ISAT tidak terlalu banyak bergerak,” tuturnya.

Sementara Mustafa Kamil, analis Philip Securities, lebih melihat bahwa persoalan cash flow Indosat-lah yang membuat sahamnya kalah pamor ketimbang Telkom. Selain cash flow-nya lebih rendah ketimbang Telkom, kinerja produk selulernya juga masih di bawah pesaingnya itu. Padahal, seperti diungkapkan Adita Irawati, Vice President Public Relations Indosat, 75% pendapatan Indosat berasal dari divisi seluler. “Secara fundamental, Indosat masih di bawah Telkom,” katanya.

Jangan lupa, kendati penjualannya meningkat 14,2% (sampai September 2005 mencapai Rp 8,9 triliun), laba bersih Indosat justru menurun dari Rp 1,5 triliun menjadi Rp 1,01 triliun. Dan sepertinya, kinerja di akhir tahun tidak akan berbeda banyak dengan kecenderungan yang terjadi di kuartal tiga tadi. Selain itu, Mustafa menambahkan, belum jelasnya rencana pemerintah untuk membeli kembali saham ini juga ikut mendorong harga ISAT kembali melemah setelah sempat menguat di level Rp 6.000-an pada Desember tahun lalu.

Namun, terlepas dari “terhambatnya” laju saham Indosat, kalangan analis di bursa masih optimistis saham ini bakal terkerek naik. Apalagi, potensi bisnis telekomunikasi—terutama seluler—masih cukup lebar. Belum lagi kemenangan Indosat dalam proses tender 3G, yang dalam jangka panjang juga bakal memberi tambahan pendapatan yang cukup besar. Adita menjelaskan, perusahaannya berniat memasarkan produk baru tadi mulai akhir 2006 nanti. “Harapannya sih bulan Juni-Juli nanti konsumen sudah bisa mendapatkan fasilitas tersebut,” tuturnya.

Untuk mendanai proyek tadi, Indosat bakal menambah belanja modalnya tahun ini sebesar US$ 200 juta. Sebelumnya, perusahaan hanya menganggarkan biaya untuk investasi baru senilai Rp 6,7 triliun. Nah, untuk mendapatkan dana sebesar itu, ada dua opsi yang bakal ditempuh perseroan: menerbitkan obligasi atau meminjam dana dari perbankan. Adita menambahkan, dengan investasi tambahan itu, Indosat menargetkan bisa menjaring pelanggan baru hingga 4 juta nomor. Sementara sampai akhir tahun 2005, jumlah pelanggan Indosat sudah mencapai 14,4 juta nomor.

Dengan asumsi kinerja tahun ini yang bakal membaik, Edwin memperkirakan saham ISAT dalam jangka panjang bisa menyentuh level Rp 6.500. Sementara Mustafa menilai saham ini akan mampu merangkak naik hingga di posisi Rp 7.000 di akhir tahun. Itu sebabnya, melihat kecenderungan harga Indosat yang terus menurun belakangan ini, para analis menyarankan investor mengoleksinya. Apalagi, harga yang terbentuk saat ini (di kisaran Rp 5.400-Rp 5.500) sebenarnya masih under value.

Dan jangan lupa, kata seorang pialang, bila pemerintah benar-benar mewujudkan rencananya membeli saham Indosat, saham ini bakal kembali terkerek naik. Hal itu sudah pernah terjadi ketika rumor tentang buy back tadi meluncur ke pasar pada Desember tahun lalu.

No comments: