Apakah dunia akan resesi?

Friday, December 29, 2006

Bank Mandiri Percepat Penyelesaian NPL Lewat PPKM Mandiri

Bank Mandiri Percepat Penyelesaian NPL Lewat PPKM Mandiri
[26/12/06]

Jajaran Direksi Bank Mandiri serius mempercepat penyelesaian kredit bermasalah. Salah satunya melalui Program Penyelesaian Kredit Macet Bank Mandiri (PPKM Mandiri).

Keseriusan ini didukung sepenuhnya oleh pemegang saham. �Dukungan itu mencapai 99,99 persen,� ujar Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardoyo usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Mandiri akhir pekan lalu.

Percepatan penyelesaian NPL (non performance loan) itu merupakan salah satu agenda yang dibahas dalam RUPSLB tersebut. Agenda lainnya terkait dengan perubahan anggaran dasar perseroan. Agenda ini dalam rangka mendukung pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) No 33 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 87/PMK.07/2006 tentang Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah.

Agus menyatakan bahwa manajemen Bank Mandiri menyambut baik penerbitan kedua peraturan tersebut (PP dan PMK). Ini merupakan komitmen pemerintah untuk mempercepat penyehatan sektor perbankan BUMN sebagaimana tercantum dalam Paket Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK) yang diterbitkan pada 5 Juli 2006 lalu.

Dengan terbitnya PP dan PMK tersebut, Agus yakin bahwa bank-bank BUMN akan memiliki kepastian hukum dalam melakukan akselerasi penyelesaian NPL sesuai dengan koridor hukum korporasi. �Kami akan mampu menyelesaikan piutang bermasalahnya dengan lebih baik serta memiliki level playing field sebagaimana dimiliki oleh bank-bank swasta lainnya, tandasnya.

Saat ini Bank Mandiri tengah melaksanakan berbagai persiapan internal untuk menjalankan kewenangan sesuai PP 33/2006 dan PMK 87/2006. Psersiapan itu diantaranya mempersiapkan kebijakan internal, governance model serta kerangka risk management. Dalam pelaksanaannya, tidak menimbulkan moral hazard yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dalam keputusan yang terkait dengan program akselerasi penyelesaian kredit bermasalah perseroan, RUPSLB memberikan kewenangan kepada direksi. Salah satu bentuk akselerasi penyelesaian kredit bermasalah ini diantaranya melalui Program Penyelesaian Kredit Macet Bank Mandiri (PPKM Mandiri).

Kewenangan lainnya yang dihasilkan RUPSLB antara lain jajaran direksi diperbolehkan menjual kredit bermasalah dengan harga di bawah nilai pokok kepada investor. NPL yang akan dijual itu dibatasi sesuai dengan jumlah yang akan dihapus tagih, yakni sebesar selisih antara nilai pokok dan harga pengalihan. Ketentuan ini harus ditetapkan melalui RUPS.

Direksi juga berwenang menggunakan jumlah (limit) hapus tagih atas piutang pokok macet yang telah dihapus buku sebagaimana telah ditetapkan dalam RUPSLB perseroan tanggal 29 September 2003 dan 21 September 2005 sebesar Rp 5 triliun. Langkah ini merupakan langkah untuk mengoptimalkan aset termasuk kredit perseroan, dengan melakukan hapus tagih atas piutang pokok macet dan atau hapus tagih atas selisih antara nilai pokok dan harga pengalihan termasuk PPKM Mandiri.

Ketiga, menandandatangani performance management contract dengan pemerintah sebagai pelaksana Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menter Negara BUMN dan Gubernur Bank Indonesia pada 5 Juli 2006.

Top Obligor NPL

Agus menjelaskan, dalam menjalankan PPKM Mandiri, Perseroan telah memiliki guiding principles dan kriteria debitur yang diikutsertakan dalam program ini. �Perseroan akan mengikuti guiding principles dengan memberlakukan secara konsisten kriteria debitur yang bisa mengikuti program ini,� tambah Agus.

Sebelum masuk ke dalam program PPKM Mandiri, akan dilakukan historical review terhada debitur bermasalah oleh auditor independen. Proses tersebut melalui desktop analysis, NPL selection, proses penyelesaian melalui restrukturisasi dan non restrukturisasi yang terdiri dari eksekusi agunan, litigasi, settlement, dan PPKM Mandiri. �Dengan demikian, kami akan melakukan pendekatan yang komprehensif dalam penyelesaian kredit bermasalah,� papar Agus.

Masih menurut Agus, PPKM ini hanya salah satu cara Bank Mandiri dalam menyelesaikan kredit bermasalah. Sementara cara lain akan tetap dijalnkan seperti biasa.

Saat ini, rasio NPL gross Bank Mandiri per 30 September 2006 sebesar 24,6%. Angka ini menurun bila dibandingkan dengan posisi akhir periode 2005 sebesar 25,3% ataupun posisi Juni 2006 sebesar 24,9%.

Disamping itu, sejalan dengan kebijakan manajemen dalam pembentukan cadangan aktiva produktif yang konservatif, rasio PPA terhadap NPL (cash PPA) mengalami peningkatan dari 44,4 persen pada akhir tahun 2005 dan 49,1 persen pada Juni 2006 menjadi 49,5 persen, sedangkan PPA terhadap NPL termasuk jaminan mengalami peningkatan dari sebesar 100,9 persen akhir tahun 2005 dan 102,7 persen pada Juni 2006 menjadi 106,2 persen.

Agus Martowardojo juga menjelaskan bahwa perkembangan posisi 30 Top Obligor menunjukan kemajuan yang cukup menggembirakan. Baki Debet 30 Top Obligor NPL per 30 September 2006 sebesar Rp 13,7 triliun atau 51 persen dari total NPL Bank Mandiri. Angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan posisi Juni 2006 yang sebesar Rp 14,8 triliun atau 56 persen dari total NPL Bank Mandiri.

Penurunan tersebut terjadi antara lain karena adanya pelunasan dan up grade debitur menjadi performing loan. Bank Mandiri juga telah menandatangani kesepakatan restrukturisasi obligor Argo Pantes Group, dengan total eksposur Rp 2,3 triliun yang memungkinkan up grade kolektibilitas obligor untuk porsi pinjaman yang sustainable ke performing loan sebelum akhir tahun.

Proses restrukturisasi beberapa obligor besar lainnya saat ini juga telah mengalami kemajuan yang cukup baik, sehingga diharapkan dapat diselesaikan sebelum akhir tahun 2006.

Dalam agenda Perubahan Anggaran Dasar Perseroan, RUPSLB menyetujui untuk melakukan perubahan Anggaran Dasar. Perubahan ini dalam rangka menunjang pelaksanaan PP No. 33 Tahun 2006 PP No. 33 Tahun 2006 tentang tat Cara Penghapusan Piutang Negara.dan PMK No. 87 Tahun 2006.

NPL Kiani Kertas

Agus juga sempat mengomentari tentang posisi kredit macet yang dialami oleh PT Kiani Kertas (Kiani). Menurut Agus restrukturisasi pembayaran kredit oleh Kiani Kertas mulai tahun 2004 hingga saat ini selalu gagal. Upaya divestasi menurut Agus juga sudah dilakukan berulang-ulang, namun tetap saja menemui jalan buntu.

Pada akhirnya ada kesepakatan antara Bank Mandiri dengan Kiani jika di bulan Oktober 2006 lalu tidak bisa menyelesaikan kewajibannya, maka Kiani akan menyerahkan surat mandat untuk Bank Mandiri supaya melakukan proses divestasi. Sebelumnya proses divestasi selalu dilakukan oleh Kiani. �Sekarang Kiani sudah menyelesaikan surat mandat, tapi klausul-klausul yang harus dimiliki agar mandat itu menjadi mandat yang baik belum mereka (Kiani Kertas-red) lengkapi,� ujar Agus.

Oleh sebab itu kita masih memberikan waktu hingga akhir bulan ini untuk menyelesaikan surat mandatnya dalam bentuk yang bisa diterima oleh bank. Dan apabila tidak bisa menyelesaikannya maka Bank Mandiri akan melakukan tindakan tegas,� tambah Agus.

Mandiri memerlukan mandat dari perusahaan milik Prabowo Subianto itu untuk melakukan divestasi dalam penyelesaian hutang Kiani di Mandiri sebesar AS$ 201 juta. Mandat itu membuat Mandiri berwenang mencari investor dalam negeri untuk penjualan keseluruhan atau sebagian saham Kiani. Sebelumnya, Mandiri mengharapkan penyerahan mandat pada November 2006.

(CRM)

No comments: